Kompetensi Guru Pendidikan Agama Buddha
![]() |
Ilustrasi: Buddhis Media |
Kompetensi Guru Pendidikan Agama Buddha
Seorang guru sangatlah memegang peranan yang sangat penting dalam memebina siswa di lingkungan sekolah. Sebagai orang tua kedua di lingkungan sekolah, seorang guru seharusnya memberikan teladan yang baik bagi siswanya, akan tetapi fakta-fakta yang terjadi di lapangan banyak terjadi penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan guru. Contoh kasus yang terjadi di Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan, merupakan suatu tindakan yang tidak terpuji yang meresahkan warga. Perselingkuhan seorang guru SD dengan seorang pria yang berujung dengan beredarnya foto serta video asusila keduanya. Tindakan ini dapat merusak citra baik semua guru. (http://regional.kompas.com/read/2013/08/21/1400508/Polisi.Bingung.Tangani.Kasus.Video.Porno.Guru.di.Sinjai, diakses pada tanggal 10 September 2013).
Berdasarkan
uraian peristiwa di atas, apabila pemerintah tindak segera memberikan tindakan
lanjut, tentunya berimbas pada pendidikan diIndonesia. Seorang guru yang
tidak memberikan teladan yang baik, mencerminkan kepribadian yang tidak dapat
diteladani oleh siswa.Berdasarkan Permndiknas Nomor 16 tahun 2007 ada empat
macam kompetensi guru yang dapat dijadikan tuntunan dalam mengembangkan
pendidikan di Indonesia.
Kompetensi
kepribadian yang harus dimiliki guru meliputi kemampuan kepribadian yang
mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa yang menjadi teladan bagi siswa.
Dengan adanya kompetensi kepribadian guru tentunya proses pembelajaran di
sekolah menjadi lebih efektif, karena sumber belajar tidak hanya terpaku pada
materi-materi pembelajaran saja. Perlu diketahui perilaku seorang guru juga
menjadi sumber teladan bagi perserta didik. Oleh karena itu, seorang guru dalam
berperilaku harus sesuai dengan permendiknas yang telah ditetapkan.
Di dalam agama
Buddha, terdapat di dalam Lohicca Sutta, Digha Nikaya menjelaskan tentang
seorang guru yang baik dan yang buruk yang dapat di jadikan tuntunan dalam
membentuk kepribadian yang baik. Hal yang terkandung di dalam sutta tersebut
hendaknya dapat menjadi bahan pertimbangan dalam mengambil suatu tindakan untuk
membentuk kepribadian yang baik.
Kepribadian
adalah pola keseluruhan tingkah laku seseorang yang nampak dalam bentuk tingkah
laku, meliputi pola pikir, cara mengemukakan pendapat dan bentuk-bentuk
aktivitas lainnya. Kepribadian bukanlah sesuatu yang dapat dikenakan ataupun
ditinggalkan sebagaimana orang mengenakan pakaian ataupun mengikuti gaya mode
tertentu. Kepribadian adalah tentang diri pribadi secara keseluruhan, sesuatu
yang unik pada diri masing-masing individu.
Menurut Gordon
Allport dalam Hutagalung (2007:1), kepribadian adalah organisasi dinamis dalam
individu sebagai sistem psikofisik yang menentukan caranya yang khas dalam
menyesuaikan diri terhadap lingkungan. (personality is the dinamic
organitazation within the individual of those psychophysical systems that
determine his unique adjustment to hisenvironment). Dari ulasan salah satu
pendapat ahli tersebut tentunya kepribadian erat kaitannya dengan lingkungan.
Individu yang mempunyai kepribadian yang baik merupakan individu yang mampu
menyesuaikan diri dengan lingkungan.
Pembentukan
kepribadian seseorang pada umumnya dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu:
1.
Faktor Dalam
Faktor yang
mempengaruhi pembentukan kepribadian seseorang biasanya dibedakan antara
pengaruh bangun tubuh dan getah-getah tubuh. Keadaan fisik tertentu seperti
gemuk, pendek atau tinggi kurus, tubuh berotot atau berbadan lemah sering
merupakan faktor fisik yang menentukan. Di samping itu, faktor mental pun
mempunyai pengaruh yang besarpula, misalnya intelegensia atau emosionalitas
yang tinggi, bakat khusus ataupun hambatan mental.
2.
Faktor Luar
Pembentukan
kepribadian seseorang juga dipengaruhi oleh keadaan lingkungan sekitar dan oleh
orang-orang yang berada di sekitarnya. Faktor dari luar tersebut adalah sebagai
berikut:
a.
Keluarga
Keluarga adalah
lingkungan pertama yang berperan dalam pembentukan keribadian. Beberapa hal
yang berpengaruh diantaranya sikap orang tua terhadap anak, keharmonisan antar
kedua orang tua, sikap demokratis atau otoriter anggota keluarga, keadaan
ekonomi keluarga dan kehidupan beragama dikeluarga serta hubungan keluarga
dengan masyarakat sekitar.
b.
Sekolah
Pengaruh sekolah
dalam pembentukan kepribadian dilatar belakangi oleh kurikulum, kegiatan ekstra
kurikuler, hubungan guru dengan siswa dan Badan Pembantu Penyelenggara
Pendidikan (BP3). Hal-hal tersebut jelas mempengaruhi pola sikap siswa. Faktor
guru merupakan hal yang sangat perlu mendapat perhatian, karena guru sebagai
pengganti orang tua di sekolah sehingga guru menjadi tokoh identifikasi yang
mewarnai pribadi siswa. Pendidikan yang secara tidak langsung diterima anak
sebelum masuk sekolah dan pengalaman yang dibawa anak dari rumah, akan
menentukan sikapnya terhadap sekolah. Pendidikan agama merupakan dasar bagi
pembinaan sikap dan mental keagamaan pada anak. Apabila Guru Pendidikan Agama
mampu membina sikap positif terhadap agama dan berhasil membentuk pribadi
danmoral, maka anak telah mempunyai pegangan atau bekal dalam menghadapi
berbagai kegoncangan yang biasa terjadi pada masa remaja. Tugas pembentukan
pribadi anak bukan tugas Guru Pendidikan Agama saja, tetapi juga tugas semua
guru disamping tugas orang tua.
C.
Sosial Budaya
Dalam
pertumbuhan dan perkembangan seseorang, faktor sosial budaya cukup berpengaruh
dan memberikan warna terhadap kepribadiannya. Kepribadian seseorang yang
dikembangkan di daerah pegunungan dan daerahpantai, orang perkotaan dengan
orang pedesaan akan berbeda. Oleh karena itu sekolah ada baiknya mengenalkan
kehidupan sosial budaya lain, agar mereka tidak terlalu terpaku dengan
lingkungan masyarakatnya saja.
d.
Alam
Pengaruh alam
dalam pembentukan kepribadian, antara lain geografis, tingkat kesuburan,
daerah, terbuka dan terisolir. Anak yang lahir dan dibesarkan di daerah yang
tandus dan gersang cenderung memiliki temperamen yang keras dan tinggi. Begitu
pula dengan anak yang hidup di daerah subur cenderung memiliki temperamen yang
lembut dan kurang memiliki sifat kompetitif (Dirjen Bimas Hindu Buddha,
1997:105-109).
Di dalam
Permendiknas nomor 16 tahun 2007, terdapat kompetensi kepribadian yang harus
dimiliki oleh guru mata pelajaran, yaitu:
1. Bertindak
sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan nasional Indonesia.
a. Menghargai
peserta didik tanpa membedakan keyakinan yang dianut, suku, adat-istiadat,
daerah asal, dan gender.
b. Bersikap
sesuai dengan norma agama yang dianut, hukum dan sosial yang berlaku dalam
masyarakat, dan kebudayaan nasional Indonesia yang beragam.
2. Menampilkan
diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia, dan teladan bagi peserta
didik dan masyarakat.
a. Berperilaku
jujur, tegas, dan manusiawi.
b. Berperilaku
yang mencerminkan ketakwaan dan akhlak mulia.
c. Berperilaku
yang dapat diteladan oleh peserta didik dan anggota masyarakat di sekitarnya.
3. Menampilkan
diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa.
a. Menampilkan
diri sebagai pribadi yang mantap dan stabil.
b. Menampilkan
diri sebagai pribadi yang dewasa, arif, dan berwibawa.
4. Menunjukkan
etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru, dan rasa
percaya diri.
a. Menunjukkan etos
kerja dan tanggung jawab yang tinggi.
b. Bangga
menjadi guru dan percaya pada diri sendiri.
c. Bekerja
mandiri secara professional
5. Menjunjung
tinggi kode etik profesi guru.
a. Memahami kode
etik profesi guru.
b. Menerapkan
kode etik profesi guru.
c. Berperilaku
sesuai dengan kode etik profesi guru.
Guru sebagai
tenaga profesional dalam bidang kependidikan, memiliki kode etik, yang dikenal
dengan kode Etik Guru Indonesia. Kode Etik Guru ini merupakan hasil kongres
PGRI XIII pada 21 – 25 November 1973 di Jakarta.
a. Guru berbakti
membimbing anak didik seutuhnya untuk membantu manusia pembangunan yang
ber–Pancasila.
b. Guru memiliki
kejujuran professional dalam menerapkan kurikulum sesuai dengan kebutuhan anak
didik masing-masing.
c. Guru
mengadakan komunikasi, terutama dalam memperoleh informasi tentang anak didik,
tetapi menghindarkan diri dari segala bentuk penyalahgunaan.
d. Guru
menciptakan suasana kehidupan sekolah dan memelihara hubungan dengan orang tua
murid sebaik–baiknya bagi kepentingan anak didik.
e. Guru
memelihara hubungan baik dengan masyarakat di sekitar sekolahnya maupun
masyarakat yang lebih luas untuk kepentingan pendidikan.
f. Guru secara
sendiri atau bersama–sama berusaha mengembangkan dan meningkatkan mutu
profesinya.
g. Guru
menciptakan dan memelihara hubungan antar sesama guru baik berdasarkan
lingkungan kerja maupun di dalam hubungan antara sesama guru baik berdasarkan
lingkungan kerja maupun di dalam hubungan keseluruhan.
h. Guru secara
bersama-sama memelihara, membina, dan meningkatkan mutu organisasi guru
propesional sebagai sarana pengabdian.
i. Guru
melaksanakan segala ketentuanyang merupakan kebijaksanaan pemerintah dalam
bidang pendidikan.
Guru sebagai
tanga profepsional dengan memahami sembilan butir kode etik guru diharapkan
guru mampu berperan serta aktif dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan
peserta didik sehingga tercapai tujuan yang tertuang dalam tujuan pendidikan
nasional.
Bila dikaitkan
dalam agama Buddha. Salah satu sutta dalam Lohicca Sutta dapat diterapankan
untuk mengambangkan Kompetensi Kepribadian Guru Pendidikan Agama Buddha. Dalam
khotbah Sang Buddha kepada Brahmana Lohicca yang terdapat dalam Lohicca Sutta,
Diggha Nikaya menjelaskan tentang guru yang baik dan yang buruk. Dalam sutta
tersebut di jelaskan lebih rinci mengenai hal itu yang dapat dijadikan teladan
untuk pembentukan kepribadian guru pendidikan agama Buddha.
Ada tiga jenis
guru di dunia ini layak dicela, dan jika siapapun mencela guru-guru demikian,
celaannya adalah pantas, benar, sesuai dengan kenyataan dan tidak salah, yaitu;
a. Seorang guru
yang telah meninggalkan keduniawian dan menjalani kehidupan tanpa rumah, tetapi
belum mencapai buah pertapaan. Mengajarkan kepada muridnya, akan tetapi masih
pada tujuan mencapai buah pertapaan. Bagaikan seorang laki-laki yang
terus-menerus mendekati seorang perempuan yang menolaknya dan merangkulnya
walaupun ia telah berpaling.
b. Seorang guru
yang telah meninggalkan keduniawian dan menjalani kehidupan tanpa rumah, tetapi
belum mencapai buah pertapaan. Mengajarkan kepada muridnya, dan melupakan
tujuan awal dalam mencapai buah pertapaan. Bagaikan meninggalkan
ladangnya sendiri, ia memikirkan ladang rang lain yang perlu dikerjakan.
c. Seorang guru
yang telah meninggalkan keduniawian, menjalani kehidupan tanpa rumah, dan
mencapai buah pertapaan. Mengajarkan kepada muridnya, bagaikan setelah
memotong satu belenggu lama, seseorang membuat belenggu baru.
Seorang
Tathagata telah muncul di dunia ini, seorang Arahat, Buddh yang telah mencapai
penerangan sempurna, memiliki kebijaksanaan dan perilaku yang sempurna, telah
semprna menempuh sang jalan, pengenal seluruh alam, penjinak manusia yang harus
dijinakkan yang tiada bandingnya, Guru para dewa dan manusia, tererahkan dan
terberkahi. Beliau, setelah mencapainya denagn pengetahuan-Nya sendiri,
menyatakan kepada dunia bersama para dewa, Mara dan Brahma, para Raja dan umat
manusia. Beliau membabarkan Dhamma, yang indah di awal, indah di pertengahan,
indah di akhir, dalam makna dan kata, dan menunjukan kehidupan suci yang
sempurna dan murni sepenuhnya.
Seorang siswa
pergi meninggalkan keduniawian dan mempraktikkan moralitas, menjaga pintu-pintu
indriannya, mencapai jhana. Ia menembus empat kebenaran mulia, sang jalan, dan
lenyapnya kekotoran. Jika seorang murid dari seorang guru mencapai keluhuran
demikian, guru itu adalah yang di dunia ini tidak boleh dicela, dan jika
seseorang mencela guru itu, celaannya tidak pantas, tidak benar, dan tidak
sesuai dengan kenyataan, dan salah.
Demikianlah
salah satu sutta yang menjelaskan tentang guru yang dapat dijadikan teladan
dalam kehidupan ini. Untuk membentuk kepribadian guru yang baik, hal-hal yang
dapat diterapkan dalam khotbah Sang Buddha. Menjadi seorang guru yang dijadikan
figur teladan bagi para peserta didiknya haruslah membuat seorang guru lebih
berhati-hati dalam berpikir, berucap, maupun melakukan tindakan secara jasmani.
Hal-hal yang telah diuraikan di atas merupakan panduan yang sangat
bagi seorang guru dalam memberikan pelajaran kepada para peserta didiknya.
Dengan menerapkan kelima hal tersebut seorang guru akan lebih mudah
menyampaikan pelajaran kepada peserta didik, dan para peserta didiknya pun
menjadi lebih mudah menerima apa yang ia sampaikan. Semoga tulisan ini dapat
memotivasi para guru agama Buddha untuk terus meningkatkan kualitasnya dalam hal
pengajaran, sehingga dapat menunjang perbaikan kualitas pendidikan agama Buddha
di Indonesia.
Sebagai seorang
pendidik memegang peranan yang sangat penting dimana proses belajar dapat
berlangsung sesuai dengan tujuan yang telah direncanakan. Hendaknya kepribadian
seorang guru seperti yang telah diuraikan di atas yang dapat di jadikan panutan
dalam mendidik siswanya. Di dalam mendidik itu sendiri, seorang guru memiliki
tanggung jawab yang sangat besar, tidak hanya sebatas di lingkungan kelas akan
tetapi di lingkungan masyarakat pun hendaknya dapat memeberikan teladan yang
baik kepada masyarakat. Dalam pendidikan Agama Buddha hendaknya menjadikan
khotbah-khotbah Sang Buddha sebagai inspirasi dalam memberikan pelajaran di
lingkungan sekolah. Seperti halnya yang ada di dalam Lohicca Sutta, Digha
Nikaya seorang guru haruslah memberikan teladan yang baik.
Referensi:
Digha Nikaya: The long
Discourses of The Buddha A Trsanslation. 2009. Terjemahan oleh Team Giri
Mangala Publication dan Team DhammaCitta Press: DhammaCitta Press.
Haq, Abdul. 2013.
“Polisi Bingung Tangani Kasus Video Porno Guru di Sinjai”. http://regional.kompas.com/read/2013/08/21/1400508/Polisi.Bingung.Tangani.Kasus.Video.Porno.Guru.di.Sinjai,
diakses pada tanggal 10 September 2013).
Hutagalung, Inge. 2007.
Pengembangan Kepribadian. Jakarta: PT Indeks.
Konggres PGRI VIII
Tahun 1973.
Permendiknas Nomor 16
tahun 2007.
Tim Penyusun. 1997.
Bahan Dasar Pendidikan Wawasan Kependidikan Guru Agama Buddha Sekolah Lanjutan
Tingkat Pertama. Jakarta: departemen Pendidikan Nasional Direktorat Pendidikan
Dasar dan Menengah Bagian Proyek Peningkatan Wawasan Keagamaan Guru.
IKUTI BERITA & ARTIKEL BUDDHIS LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Posting Komentar untuk "Kompetensi Guru Pendidikan Agama Buddha"
Posting Komentar